Faiza Mardzoeki

Curhat-Toleransi Masjid

Faiza

Sepagi ini tidurku yang lelap tiba-tiba terbangunkan oleh suara somber Masjid. Wowwww! Suara orang ngaji, yang bahasanya selalu tak kumengerti. Coba kalian bayangkan suara orang pada jam 4 pagian……ngantuk, serak, nggelieng gak karuan….disemprotkan ke mike super keras! Duh, dan ini sudah berlangsung hampir setahun!. Yah, rumahku hanya berjarak 2 rumah dari masjid.

Apalagi belakangan ini aku banyak di rumah. Kerja di rumah. Ngantor di rumah. Rapat di rumah. Nulis di rumah. Pokoknya rumah menjadi pusat kegiatan sementara ini. Jadi, praktis 24 jam aku berada di rumah. Kecuali kalau ada pertemuan, rapat-rapat dengan kolega kerja.

Yang buat aku sedih, dan terganggu, tapi belum tahun harus bagaimana bersikap. Karena ini menyangkut hal sensitive. Sebenarnya sih konsepnya sederhana, yaitu bagaimana SALING MENGHORMATI. TOLERANSI. SOLIDER.Tapi nyatanya, kadang susah banget melaksanakannya.

Ceritanya begini (aku yakin banyak cerita serupa):
Aku tinggal cukup dekat masjid, tempat ibadah umat Islam. Aku sendiri muslim dari lahir. Maksudku, orangtuaku “mengislamkan’ aku sejak lahir. Anyway, bukan ini masalahku. Masalahku adalah aku mulai terganggu dengan suara dari Masjid. Bayangkan, Islam khan sholatnya lima kali sehari. Pagi banget, siang, sore, senja, malam. Nah, setiap sebelum sholat selalu ada pengajian dulu atau Adzan, lalu sholat. Nah, semua proses itu selalu memakai mike. Jadi bayangkan, berapa jam aku harus terpaksa mendengar (keras sekali) suara-suara doa dan pengajian dari Masjid.

Waktu kecil sampai remaja, hidupku juga dipenuhi ngaji dan ngaji (belajar membaca Alquran, menghapal doa2 dll) Hanya sayang sekali, system ngajiku tidak membuatku mengerti terjemahannya dalam bahasa Indonesianya. JADI, ya membaca saja, menghafal saja atau mendengarkan saja. Nah, yang kuhadapi hari hari sekarang ini aku harus “dipaksa” mendengarkan (lagi) suara doa-ngaji dengan mike yang super keras, berjam-berjam, tanpa kuminta, karena suara itu datang dari Masjid dengan spiker itu, yang juga sama sekali tidak kumengerti artinya. Tetapi, emosiku pun tak tersentuh dari nada atau keindahan lagunya. Karena, memang maaf aku harus bilang, suara-suara itu kacau banget, suaranya kayak orag ngantuk atau teriak keras.

Sering tidurku terbangun dan menjadi gagap kaget. Siang-siang hari saat aku sedang asik dengan musikku yang lembut sambil asik bekerja dengan laptopku, tiba-tiba dikejutkan suara-suara doa itu. Dan, terus berulang minimal 5 x sehari dan….setiap hari. Bayangkan deh…! Apalagi ketika Sholatpun mereka menggunakan Spiker. Jadi doa-doa Sholatpun menggema ke segenap penjuru jalan di mana aku tinggal.

Yang aku heran, kenapa pada saat sholatpun mereka menggunakan Spiker juga. Dalam penglamanku, hanya Azan dan doa (puji-pujian) saja yang menggunakan spiker. Pada saat Sholat, sudah tidak menggunakan Spiker lagi.

Tentu, aku tidak akan melarang orang berdoa, apalagi marah dengan keyakinan orang lain, Sikapku, aku menghargai semua keyakinan, agama yang dianut oleh semua orang.
Hanya, aku merasa terganggu dengan suara ngaji-doa yang super keras dari Masjid itu dan berualang, ber jam.

Kalau saja suara-suara itu terdengar syahdu, lembut dan lembut.
Kalau saja doa-doa yang dipanjatkan itu untuk Gusti Alloh yang Maha Mendengar….
Bukankah kita berdoa adalah saat kita komunikasi dengan YANG MAHA MENDENGAR? Jadi, kita tidak perlu berteriak?

Lalu, bagaimana dengan suara-suara dari Masjid itu? Adakah yang mengerti masalah ini….? Mengapa hal itu sampai terjadi? Harus bagaimana aku? Lapor pak RT, mendatangi Pak Kyai, ngajak dialog ? atau…apa dong?

Tebet, pukul 4.30 am. 19 Feb 08.
saat tiba-tiba terbangun dari lelap tidur , kaget oleh suara dari Masjid